NAMA : Maya Ikhlasiyah
NPM : 14210284
MATKUL : Etika Bisnis (Softskill) TUGAS KE - 4
Moral adalah kaidah mengenai apa yang baik dan buruk. Sesuatu yang
baik kemudian diberi label “bermoral.” Sebaliknya, tindakan yang bertentangan
dengan kebaikan lantas dikategorikan sebagai sesuatu yang jahat, buruk, atau:
“tidak bermoral.”
Korupsi adalah penyakit bangsa dan secara tegas pula merupakan
penyakit moral! Moral yang mana? Kedua-duanya: moralitas obyektif dan sekaligus
subyektif. Pemberantasan korupsi dengan demikian juga memasuki kedua ranah
tersebut. Korupsi bisa diberantas jika secara obyektif ia dilarang (dengan
memberlakukan hukum yang amat berat), dan secara subyektif pula diperangi
(dengan mempertajam peran budi-nurani yang dimiliki oleh setiap manusia).
Di satu sisi, penegakan
moralitas obyektif adalah soal penegakan aturan main dalam hidup bernegara,
ketegasan pemerintah dalam menegakkan hukum terhadap para koruptor, dan
pembenahan sistem peradilan yang semakin adil. Di sisi lain, penegakkan
moralitas subyektif adalah soal pembenahan mentalitas aparatur negara,
pembenahan hidup kemanusiaan sebagai mahkluk yang berakal budi, dan penajaman
hati nurani.
Penekanan kepaada salah satu
moralitas saja sudah cukup baik, tetapi belum cukup. Pemberlakuan hukum yang
berat terhadap para koruptor itu baik, tetapi belum cukup. Mengapa? Karena
dengan demikian orang hanya dididik untuk takut menjadi koruptor. Ia takut
melakukan korupsi hanya karena takut akan hukuman mati, padahal yang seharusnya
muncul adalah kesadaran untuk menghindarinya karena korupsi itu tindakan yang
buruk (bukan hanya soal takut)! Pendidikan hati nurani (misalnya dilakukan
dengan: mengikuti anjuran agama dan berlaku saleh) itu juga baik, tetapi juga
belum cukup! Mengapa? Karena dalam hidup bersama tetap diperlukan hukum yang
tegas bagi tercapainya kebaikan bersama.
Sebagai warga bangsa, manusia
Indonesia seharusnya sadar bahwa korupsi adalah masalah bersama yang membawa
negara ini kepada keburukan dan keterpurukan. Sudah saatnya dibuat hukum yang
tegas untuk mengembalikan bangsa ini kepada jalurnya yang benar, dan tak
ketinggalan pula: pendidikan hati nurani demi tajamnya mentalitas bernegara.
Pendidikan hati nurani dalam hal ini tidak bisa disempitkan melulu kepada
beribadah dan kembali kepada agama saja (karena semua orang Indonesia ternyata
beragama, dan pada saat itu juga menjadi negara terkorup pula!). Pendidikan
hati nurani sebenarnya adalah persoalan pengembalian manusia kepada kodratnya
yang mengedepankan peran akal budi. Akal budi inilah yang memampukan setiap
manusia untuk mengarahkan diri kepada pencapaian kebaikan. Korupsi adalah
pembalikan dari kebaikan, maka dengan tegas harus ditolak! Korupsi juga adalah
pengingkaran kodrat manusia yang bermartabat, maka dengan tegas pula harus
diberantas!
Penyebab Terjadinya Korupsi
Menurut
Erry R. Hardjapamekas penyebab tingginya kasus korupsi di negeri ini disebabkan
oleh beberapa hal diantaranya:
(1) Kurang keteladanan dan
kepemimpinan elite bangsa
(2) Rendahnya gaji Pegawai
Negeri Sipil
(3) Lemahnya komitmen dan
konsistensi penegakan hukum dan peraturan perundangan
(4) Rendahnya integritas dan
profesionalisme
(5) Mekanisme pengawasan
internal di semua lembaga perbankan, keuangan, dan birokrasi belum mapan
Korupsi
menimbulkan banyak dampak negatif dalam kelangsungan hidup kita. Salah satunya
adalah dampak ekonomi atau materi. Menurut para pakar ekonomi , salah satu
penyebab keterbelakangan pembangunan di asia khususnya diindonesia adalah
korUpsi yang berbentuk penagihan sewa yang menyebabkan perpindahan penanaman
modal Ke luar negri bukanya diinvestasikan ke dalam negri. Selain itu dampak
korupsi pada kesejahteraan Umum negara salah satu contohnya adalah bagaimana
politikus membuat peraturan yang melindungi perusahaan besar namun mempersulit
Dan merugikan perusahaan-perusahaan kEcil. Politikus-politikus pro bisnis ini
hanya mengembalikan pertolongan kepada perusahaan besar yang
memberikansumbangan besar kepada kampanye pemilu mereka.
Setiap hari kita membaca dan mendengar saran-saran mengenai
hal-hal moral bangsa Indonesia. Yang sangat sering dikatakan merusak moral anak
bangsa kita adalah pornografi dan judi. Bagaimana masalah korupsi
dibanding dengan hal moral yang lain, misalnya: pornografi dan judi? Di semua
negara ada pornografi dan judi, dan selama-lamanya akan ada pornografi dan
judi. Kita memang harus melawan pornografi dan judi, tetapi kalau kita membuka
mata lebih luas, memang hal-hal tersebut tidak mempengaruhi banyak orang, hanya
yang terkait atau ingin berpartisipasi. Tetapi korupsi mempengaruhi semua
masyarakat (mau tidak mau). Dan bagaimana mungkin kita dapat memberantas
pornografi dan judi kalau korupsi tetap berjalan. Kriminal tinggal “bayar saja”
dan kegiatan mereka dapat dilanjutkan lagi.
Anak
kita belajar moral dari kita, bukan dari yang kita ajarkan tetapi dari yang kita
lakukan. Kalau kita sendiri tidak jujur atau menghormati koruptor (pencuri)
tidak ada gunanya kalau kita bilang jangan mencuri. Ini kelihatannya masalah
utama dengan persepsi masyarakat. Yang merusak moral bangsa kita adalah
contoh-contoh buruk yang kita saksikan setiap hari. Misalnya koruptor yang
mencuri puluhan milyar Rupiah terus dilepaskan, tetapi orang yang mencuri
Rp.500.000 karena lapar langsung digebukin dan dimasukkan penjara. Ini mendidik
apa kepada anak kita? Berarti, kalau anda ingin mencuri,mencuri yang banyak
jangan yang kecil-kecil.
Akhirnya,
korupsi sangat merugikan semua masyarakat termasuk koruptor, karena biar mereka
kaya, mereka juga harus tinggal di lingkungan yang buruk dan tidak aman. Jadi,
pornografi dan judi hanya sebagai hal kecil dibanding dengan musuh moral kita
yang utama. Apa yang jauh berbeda di Indonesia yang sangat merusak moral serta
kesejahteraan masyarakat? Indonesia terkenal di dunia adalah bulu tangkis?
Selain itu ya korupsi, kita termasuk negara yang paling terkenal.
KORUPSI BERKEMBANG DAN
TUMBUH SUBUR?
Secara
harfiah, korupsi adalah perilaku pejabat publik, baik politikus politisi maupun
pegawai negeri yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri
atau memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan menyalahgunakan kekuasaan
publik yang dipercayakan kepada mereka.
Kasus-kasus
korupsi di Indonesia sudah sangat banyak. Bahkan sebagian ilmu sosial sudah
menyatakan bahwa korupsi itu sudah mengakar menjadi budaya bangsa Indonesia.
Kalau benar pernyataan tersebut, tentunya akan bertentangan dengan konsep
bangsa Indonesia yang memiliki nilai-nilai luhur seperti yang terkandung di
Pancasila, ataupun seperti yang telah diajarkan oleh agama-agama yang
berkembang subur di Indonesia. Korupsi bukan lagi suatu pelanggaran hukum, akan
tetapi di Indonesia korupsi sudah sekedar menjadi suatu kebiasan, hal ini
karena korupsi di Indonesia berkembang dan tumbuh subur terutama di kalangan
para pejabat dari level tertinggi pejabat negara, sampai ke tingkat RT yang
paling rendah.
Perkembangan
yang cukup subur ini berlangsung selama puluhan tahun. Akibatnya penyakit ini
telah menjangkiti sebagian generasi yang kemudian diturunkan ke generasi
berikutnya. Oleh sebab itu, salah satu cara untuk memutuskan rantai generasi
korupsi adalah dengan menjaga kebersihan generasi muda dari jangkitan virus
korupsi., Sehingga tidak heran jika negara Indonesia termasuk salah satu negara
terkorup di dunia.Korupsi yang semakin subur dan seakan tak pernah ada
habisnya, baik ditingkat pusat sampai daerah; merupakan bukti nyata betapa
bobroknya moralitas para pejabat pemerintahan kita. Namun apakah korupsi hanya
diakibatkan oleh persoalan moralitas belaka?.Setidaknya ada dua hal mendasar
yang menjadi penyebab utama semakin merebaknya korupsi. Pertama: mental aparat
yang bobrok.
Dari
pengamatan kita bersama selama ini, terdapat banyak karakter bobrok yang
menghinggapi para koruptor. Ujungnya, aparat cenderung mudah tergoda untuk
melakukan korupsi. Yang lebih mendasar lagi adalah tidak adanya iman keagamaan
di dalam tubuh aparat. Jika seorang aparat telah memahami betul perbuatan
korupsi itu haram maka kesadaran inilah yang akan menjadi self control bagi
setiap individu untuk tidak berbuat melanggar hukum Allah. Sebab, melanggar
hukum Allah, taruhannya sangat besar: azab neraka. Kedua: kerusakan sistem
politik, hukum dan pemerintahannya. Kerusakan sistem inilah yang memberikan
banyak peluang kepada aparatur Pemerintah maupun rakyatnya untuk beramai-ramai
melakukan korupsi. Peraturan perundang-undangan korupsi yang ada justru
diindikasi “mempermudah” (Jika ada pejabat negara –setingkat bupati dan
anggota DPR/D—tersangkut perkara pidana harus mendapatkan izin dari Presiden)
timbulnya korupsi karena hanya menguntungkan kroni penguasa; kualitas peraturan
yang kurang memadai, peraturan yang kurang disosialisasikan, sanksi yang
terlalu ringan, penerapan sanksi yang tidak konsisten dan pandang bulu, serta
lemahnya bidang evaluasi dan revisi peraturan perundang-undang.
Secara
rinci beberapa faktor yang menyebabkan berkembangnya korupsi di Indonesia
yaitu: Korupsi sudah terjadi sejak jaman dahulu (sejak awal mula berdirinya
bangsa Indonesia tahun 1945an) dan sepertinya sudah menjadi tradisi di negara
Indonesia ini. Memang pada masa itu tak terdengar ada orang yang terseret ke
pengadilan karena kasus korupsi. Namun, dalam roman-roman Pramoedya Ananta Toer
(Di Tepi Kali Bekasi) dan Mochtar Lubis (Maut dan Cinta) tertulis sesuai dengan
fenomena yang ia ketahui di lingkungan sekitar terdapat orang-orang yang mengambil
keuntungan dari kekayaan negara untuk dirinya sendiri ketika yang lain berjuang
mempertaruhkan jiwa dan raga untuk merebut kemerdekaan bangsa Indonesia.
Setelah tahun 1950an Pramoedya Ananta Toer kembali menulis roman yang berjudul
“Korupsi” yang mengisahkan pegawai negeri yang melakukan korupsi secara
kecil-kecilan. Kemudian di sebutkan Mr. M… seorang pegawai negeri yang diseret
ke pengadilan dan dijatuhi hukuman karena kasus korupsi. Korupsi berjalan
sebagai suatu sistem yang dikerjakan secara berjama’ah dan sangat rapi. Sejak
jaman pemerintahan Soeharto, korupsi kian marak dilakukan secara berjama’ah,
saling mendukung dan saling menutupi satu sama lain dalam suatu sitem yang rapi
dan saling bekerjasama, sehingga kasus korupsi sulit sekali terbongkar dan
diselidiki. Akibatnya dalam menangani kasus ini sangat rumit dan susah
terungkap, hal tersebut dikarenakan para pelaku korupsi merupakan orang-orang
yang memiliki intelegensi tinggi (orang-orang pintar) yang bisa memutar
balikkan fakta serta menutup rapat tindakan yang mereka lakukan.
Ketidak
adaannya kontrol yang cukup untuk mencegah penyuapan atau “sumbangan kampanye”.
Pihak kontrol di Indonesia ini sangatlah lemah, bahkan pihak kontrol sendiri
banyak yang terlibat kasus suap sehinga mereka dapat dengan mudah membiarkan
kasus-kasus kampanye dengan uang. Dan bisa dibilang mereka membiarkn kasus suap
karena mereka sendiri telah disuap. Kurangnya keimanan dan ketakwaan para
pemimpin dan birokrat negara kepada Tuhan YME. Lemahnya tingkat keimanan dan
ketakwaan kepada Tuhan YME merupakan salah satu faktor utama maraknya kasus
korupsi di negeri ini.
Mereka
tidak takut terhadap dosa dari perilaku yang telah mereka lakukan, jika mereka
takut terhadap dosa dan ancaman yang diberikan akibat perbuatan mereka pasti
para pemimpin dan borokrat negara ini tidak akan melakukan perbuatan korupsi
walaupun tidak ada pengawasan. Sebab mereka dengan sendirinya akan merasa
diawasi oleh Tuhan YHE dan takut terhdap ancaman dosa yang dapat menyeret
mereka dalam lembah kesengsaraan yaitu neraka.
Dengan
melihat beberapa kondisi di atas maka memang sudah sewajarnya perilaku korupsi
itu mudah timbul, berkembang dan tumbuh pesat di Indonesia. Penyebab utama dari
tindakan korupsi tersebut dikarenakan lemahnya penegak hukum di Indonesia.
Indonesia banyak memiliki undang-undang dan peraturan-peraturan yang mengatur
tentang pelarangan tindak korupsi, akan tetapi peraturan-peraturan tersebut
tidak di tegakkan dan dijalankan secara optimal. Lemah dan rendahnya tingkat
keimanan (religius), menipisnya etika dan moral seseorang juga dapat menjadi
faktor menyebabkan seseorang mudah tergiur dengan uang, harta, kekayaan,
sehingga mereka tidak bisa membentengi diri mereka dari godaan-godaan yang
mendorong mereka untuk melakukan tindakan korupsi.
SUMBER :